Jumat, 31 Desember 2010

CONTOH MAKALAH


M A K A L A H
GASTRO ENTERITIS (DIARE)
                               

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 6 juta anak didunia setiap tahun, sebagian besar terjadi dinegara berkembang (Pashar, 2003), Menurut WHO, di Negara berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8 dan 10 kematian tersebut pada umur < 2 tahun. Rata-rata anak usia < 3 tahun di Negara berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam setahun (WHO,2005). Hasil survey Subdit Diare angka kesakitan diare semua umur tahun 2000 adalah 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2006 adalah 423 / 1000 penduduk. Kematian diare pada balita 75,3/100.000 balita dan  23,2/100.000 penduduk pada semua umur (hasil SKRT 2001). Diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyaakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada bayi posneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%). (Hasil Riskesda 2007).
Penyakit gastrointestinal adalah penting karena mayoritas dari proses pencernaan terjadi pada permukaan usus, dan didalam sel pencernaan tempat terjadinya absorpsi. Jenis penyakit dan gangguan yang mempengaruhi saluran gastrointestinal bawah sangat banyak dan bervariasi, salah satunya adalah diare akut (Brunner & Suddarth, 1999).
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari) dan konsistensi (feses cair). (Brunner & Suddarth, 1999). Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormone tiroid, pelunak feses, dan laksatif, antibiotic, kemoterapi, dan antasida), pemberian makan perselang, gangguan metabolic dan endokrin (diabetes, Addison). Diare akut umumnya terjadi akibat keracunan makanan atau infeksi virus (adenovirus), bakteri (salmonella), parasit (protozoa), cacing perut (ascaris), dan jamur (kandida) (Brunner & Suddarth, 1999). Seseorang yang terserang diare akan menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses, pasien mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus, anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodic yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus) dapat terjadi pada setiap defekasi. (Brunner & Suddarth, 1999)

1.2      Rumusan masalah
  Bagaimana  asuhan keperawatan pada klien diare?

1.3      Tujuan
   Melihat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan makalah ini
   adalah
         1.3.1  Tujuan umum
                    Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan  
                    Diare.
         1.3.2  Tujuan Khusus
         a. Untuk memahami definisi & klasifikasi diare.
         b. Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi & gejala dari diare.
         c. Untuk mengetahui pentalaksanaan, pengkajian & diagnosa dari diare

1.4       Manfaat
          Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.      Mendapatkan pengetahuan tentang Diare
2.      Mendapat pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diare

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Anatomi dan Fisiologi
2.1.1   Sistem Pencernaan Pada Manusia
Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut:
1.             Menerima makanan
2.             Memecah makanan menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut pencernaan).
3.             Menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah makanan yang tidak dapat 4)  Membuang bagian dicerna dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan,  lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

                    Gambar sistem pencernaan


Saluran Pencernaan
 






















2.1.2  Definisi diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002). Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja) lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui, pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.
2.1.3        Klasifikasi
1.      Diare Akut: Merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotaviru yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya (3kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare Rotavirus ini merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.
2.      Diare bermasalah: Merupakan yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diarae ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
3.      Diare Persisten: Merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten adalah keruskan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut (Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi ketiga, Depkes RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL tahun 2007)

2.1.4   Etiologi
Penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan:
1.      Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2.      Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3.      Alergi.
4.      Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5.      Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6.      Penyebab lain: yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus. Konkretnya, kasus diare berkaitan dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang ada menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan tidak sehat. Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai yang jelas-jelas kotor oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar. Jelas airnya tak bisa digunakan. Jangan heran kalau kemudian penderita diare sangat banyak karena menggunakan air yang sudah tercemar oleh kuman maupun zat kimia yang meracuni tubuh. Masalah perilaku juga bisa menyebabkan seseorang mengalami diare. Misalnya, mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan tubuh ternyata lemah, alhasil terjadilah diare.

2.1.5  Manifestasi Klinis
Tanda dan GejalaGejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
1.      Muntah
2.      Badan lesu atau lemah
3.      Panas
4.      Tidak nafsu makan
5.      Darah dan lendir dalam kotoran

2.1.6        Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
patofisiologi-ge
2.1.7        Pemeriksaan diagnostik
1.      Pemeriksaan tinja
Diperiksa dalam hal volume, warna dan konsistensinya serta diteliti adanya
     mukus darah dan leukosit. Pada umumnya leukosit tidak dapat ditemukan jika diare berhubungan dnegan penyakit usus halus. Tetapi ditemukan pada penderita Salmonella, E. Coli, Enterovirus dan Shigelosis. Terdapatnya mukus yang berlebihan dalam tinja menunjukkan kemungkinan adanya keradangan kolon. PH tinja yang rendah menunjukkan adanya malabsorbsi HA, jika kadar glukosa tinja rendah / PH kurang dari 5,5 maka penyebab diare bersifat tidak menular.
2. Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan berat jenis plasma. Penurunan PH darah disebabkan karena terjadi penurunan bikarbonas  sehingga frekuensi nafas agak cepat. Elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor.

2.1.8  Penatalaksanaan
               Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.
1.      Jenis cairan
Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit. Diberikan cairan RL, bila tak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5 % 50 ml.
2.      Jumlah cairan
Diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan. Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara :
Metoda Pierce:
Derajat Dehidrasi Kebutuhan cairan ( X kg BB)
                a.  Ringan 5 %
                b.  Sedang 8 %
                c.  Berat  10 %
               3. Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Dapat dipilih oral atau IV.
 4. Jadwal pemberian cairan: Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk  memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3.
               5. Terapi simtomatik: Obat diare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas
      pertimbangan yang rasional. Sifat antimotilitas dan sekresi usus.
      sifat antiemetik.
6.    Vitamin meneral, tergantung kebutuhannya. Vitamin B12, asam folat, vit. K, vit. A.
      Preparat besi , zinc, dll
       Pemberian zinc untuk balita yang diare  sangat dianjurkan dengan pemberian selama 
      10 hari dengan dosis umur < 6bl 10 mg (1/2 Tab) umur > 6 bl 20 mg (1tab).
7.   Terapi definitif
     Pemberian edukatif sebagai langkah pencegahan. Hiegene perseorangan, sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi.

2.1.8 Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Mal nutrisi
6. Hipoglikemia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus

BAB 3
PROSES KEPERAWATAN

3.1         Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah:
1.  Identitas klien.
2.  Riwayat keperawatan.
Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh         meningkat,anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3.      Riwayat kesehatan masa lalu: Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4.      Riwayat psikososial keluarga: Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5.      Kebutuhan dasar:
Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
Pola tidur dan istirahat ; akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran  composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
1) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut   dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
2) Perkusi : adanya distensi abdomen.
3) Palpasi : Turgor kulit kurang elastic
4) Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.: Pada anak diare akan mengalami gangguan karena  
   anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
d. Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu
   untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan output
    cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
    mutah
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis
   dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.

3.2.3 Intervensi

Diagnosa 1: Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil: Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang.
Intervensi :
1.      Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
2.      Ukur input dan output cairan (balan cairan).
3.      Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
4.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit.
5.      Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa 2.: Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan :Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil : Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
1.      Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien.
2.      Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
3.      Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi).
4.      Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
5.      Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
1.      Ganti popok anak jika basah.
2.      Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol.
3.      Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.
4.      Observasi bokong dan perineum dari infeksi.
5.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :Nyeri dapat teratasi.
Kriteria hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1.      Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien.
2.      Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan: Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil : Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
1.      Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien.
2.      Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.
3.      Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6: Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan : Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
1.      Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas.
2.      Buat jadwal kontak dengan klien.
3.      Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien.
4.      Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

3.2.4. Evaluasi

1.      Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.

2.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.

3.      Integritas kulit kembali normal.

4.      Rasa nyaman terpenuhi.

5.      Pengetahuan kelurga meningkat.

6.      Cemas pada klien teratasi.



BAB 4
PENUTUP

4.1  KESIMPULAN
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih
dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram/hari) dan
konsistensi (feses cair). Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu penggantian hormone tiroid, pelunak feses, dan laksatif, antibiotic, kemoterapi, dan antasida), pemberian makan perselang, gangguan metabolic dan endokrin (diabetes,Addison). Diare akut umumnya terjadi akibat keracunan makanan atau infeksi : virus (adenovirus), bakteri (salmonella), parasit (protozoa), cacing perut
(ascaris), dan jamur (kandida).
Seseorang yang terserang diare akan menyebabkan peningkatan frekuensi
defekasi bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses, pasien
mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus, anoreksia, dan haus. Kontraksi
spasmodic yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus),
dapat terjadi pada setiap defekasi.
Perinsip panganan pada pasien dengan diare adalah peningakatan pola defekasi
normal, menghindari kekurangan cairan, mengurangi ansietas, mempertahankan
integritas kulit perianal dan tidak adanya komplikasi.

4.2  SARAN
Sebagai seorang perawat  selain bisa memberikan asuhan keperawatan dengan  baik & tepat, semestinya juga bisa berperan sebagai edukator / pendidik kesehatan  kepada kliennya maupun kepada masyarakat luas agar mampu.
Mengenal tanda gejala diare serta penanganan pertama  terutama pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, vol 2
. Jakarata : EGC
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Guyton A.C & Hall J.E, Fisiologi Kedokteran, edisi 9, egc, Jakarta, 1997
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar